Sabtu, 02 Mei 2009

UNAS Masih Perlu Dipertanyakan!

  Ujian Akhir Nasional atau UNAS merupakan ujian terkhir siswa guna kenaikan menuju jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Bagi siswa sekolah dasar (SD) merupakan penentuan kelulusan menuju jenjang pendidikan sekolah menengah pertama (SMP), bagi siswa SMP merupakan jembatan menuju sekolah menengah atas (SMA). Di setiap jenjang pendidikan, pelaksanaan UNAS dilakukan secara serentak dengan tujuan menghindari kecurangan atau bocornya soal. 
  Banyak persiapan yang telah diupayakan baik oleh pihak sekolah maupun siswa sendiri. Menjelang UNAS pihak sekolah mengadakan pelajaran tambahan guna menambah dan mengasah kemampuan siswa terutama pelajaran yang akan diUNASkan. Selain itu, pihak sekolah juga mengadakan try out guna mengasah kemampuan siswa dengan berlatih soal-soal UNAS pada tahun-tahun sebelumnya. 
  Sedangkan upaya dari pihak siswa selain hal tersebut di atas ialah mereka mengikuti bimbingan belajar (bimbel) di luar sekolah atau lembaga-lembaga pendidikan ternama dengan harapan mendapatkan trik atau tips dalam mengerjakan soal ujian. Semua mereka lakukan untuk lulus dan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi bagi yang mampu. Di sisi lain, tak sedikit orang tua yang juga ikut bimbang dan gelisah memikirkan anaknya. Akankah mereka lulus? atau malah nasib berkata lain! Tidak sedikit pula siswa yang menghalalkan segala cara untuk lulus dalam UNAS meski harus curang, entah mencari dan membeli bocoran jawaban soal UNAS. Hal ini mereka lakukan untuk bisa lulus. 
  UNAS merupakan masa-masa penentu nasib siswa. Akankah mereka berganti seragam? Setelah lama mengenyam pendidikan di bangku sekolah ternyata nasib mereka ditentukan hanya dalam waktu tiga hari saja. Dan pilihan bagi mereka hanya: lulus atau tinggal kelas. 
  Selain itu, penentuan standar nilai kelulusan bagi siswa kian tahun kian meningkat. Hal ini berlaku di se-antero nusantara_Indonesia_dari ujung barat hingga ujung timur_dari Sabang sampai Merauke_baik sekolah di kota atau pun di plosok semua sama. Para praktisi pendidikan berkilah bahwa ini merupakan tahap menuju pendidikan yang lebih baik. 
  Pertanyaan yang muncul ialah: apakah langkah ini benar atau malah tindakan membabi buta? Ketika standar kelulusan dinaikkan memang ada korelasi bahwa pendidikan akan meningkat apabila siswa mampu mencapai standar yang telah ditentukan tersebut. Namun, penentuan stardar kelulusan harusnya mempertimbangkan banyak hal yang berkaiatan dengan pembelajaran di sekolah antara lain; fasilitas dalam pembelajaran. Peningkatan pembelajaran tanpa diimbangi fasilitas yang baik maka pembelajaran akan berjalan tidak seimbang. 
  Kemampuan siswa adalah heterogen. Perbedaan letak geografis sangat memungkinkan memunculkan perbedaan kemampuan siswa apalagi fasilitas yang digunakan tiap sekolah tidaklah sama. Oleh karena itu, masih patut dipertanyaan apakah kebijakan yang ditempuh oleh praktisi pendidikan tersebut adalah langkah yang benar? Berdasarkan sekelumit kata di atas ada beberapa hal yang perlu diingat yaitu;
1. nasib siswa ditentukan dalam waktu tiga hari
2. kemampuan siswa heterogen
3. peningkatan pembejaran haruslah diimbangi dengan fasilitas yang memadai.
  Memperhatikan tiga hal di atas, memunculkan pertanyaan baru bagi saya, mungkin juga bagi anda semua. Pertanyaan ialah adakah penilaian yang lebih adil untuk mengetahui dan mengukur sejauh mana kemampuan siswa menguasai pelajaran? Bukankah aspek penilaian dalam pembelajaran tidak hanya satu aspek?